PAJAK PENGHASILAN (PPh)
PAJAK PENGHASILAN (PPh)
PPh ini di bagi lagi menjadi : PPh pasal 21, pasal 22, pasal 23, pasal 24, pasal 25, pasal 26, dan pasal 29
PPh pasal 21:
menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER 32/PJ/2015 adalah:
Pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri.
Dengan artian bahwa PPh pasal 21 adalah pajak yang dikenakan atas segala penghasilan. Pengenaan PPh pasal 21 dilakukan dengan cara pemotongan pajak penghasilan melalui pemotongan pajak PPh pasal 21.
Sebagai pihak yang dipotong dari PPh pasal 21, maka pihak yang memperoleh penghasilan tersebut berhak mendapatkan bukti potong dari yang memotong.
Yang menjadi subjek pajak PPh 21 adalah orang yang dikenakan pajak atas penghasilannya atau penerima penghasilan yang dipotong PPh 21.
Ada beberapa kategori yang dikenakan PPh 21 seperti: pegawai, bukan pegawai, penerima pensiun maupun pesangon, anggota dewan komisaris, mantan pekerja dan peserta kegiatan.
PPh Pasal 22
Pajak penghasilan pasal 22 menurut Undang-undang pajak penghasilan nomor 36 tahun 2008 adalah:
Bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap wajib pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang. Pajak Penghasilan ini dikenakan kepada badan-badan usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor, dan re-impor.
PPh Pasal 23
Menurut Direktorat Jenderal Pajak, Pajak Penghasilan 23 (PPh 23) adalah:
Pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong oleh PPh pasal 21.
Umumnya, penghasilan PPh 23 terjadi saat adanya transaksi antara 2 pihak, pihak yang menerima penghasilan atau penjual atau pemberi jasa yang dikenakan PPh pasal 23. Pihak pemberi penghasilan atau pembeli atau penerima jasa akan memotong atau melaporkan PPh 23.
Sebagai tanda bahwa PPh 23 sudah dipotong, pihak pemotong harus memberikan bukti potong. Pelaporan PPh 23 dilakukan oleh pihak pemotong dengan cara menyampaikan SPT Masa PPh 23.
PPh pasal 24 :
Pajak Penghasilan Pasal 24 (PPh Pasal 24) mengatur tentang hak Wajib Pajak untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri. Hal ini bertujuan supaya Wajib Pajak tidak terkena pajak ganda. Karena Wajib Pajak telah melakukan pembayaran pajak asetnya di luar negeri. PPh Pasal 24 mengatur tentang nominal pajak yang dibayarkan di luar negeri yang berfungsi sebagai pengurang nilai pajak terutang yang dimiliki di Indonesia.
Dengan kata lain, jumlah pajak yang harus dibayar di Indonesia dapat dikurangi dengan jumlah pajak yang telah mereka bayar di luar negeri. Syarat utamanya adalah nilai kredit pajak di luar negeri tidak melebihi utang pajak yang ingin dibayar di Indonesia.
Fungsi pph pasal 24 :
Fungsi dan manfaat dari pemberlakuan PPh 24 ini antara lain agar memudahkan Wajib Pajak Badan serta memberikan kesempatan kepada DJP untuk dapat mengelola aset yang besar dari Wajib Pajak di luar negeri. Mengapa seperti itu? Hal ini dikarenakan, dengan adanya PPh 24 ini dapat mengurangi resiko Wajib Pajak melakukan pembayaran ganda. Dengan melaporkan aset yang sudah dibayar pajaknya di luar negeri, Wajib Pajak dapat mengklaim dan mengurangi beban pembayaran pajak di dalam negeri. Namun sumber penghasilan yang dapat dikenakan pajak ini juga harus memenuhi persyaratan yang sudah ada.
Selain manfaat bagi Wajib Pajak, PPh 24 ini juga memberikan keuntungan DJP dalam mengelola aset warga Indonesia di luar negeri. Pemerintah dapat mngecek dan mengontrol aset yang ada di luar negeri dengan sistem pelaporan yang sudah dilakukan oleh Wajib Pajak.
PPh pasal 25 :
Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah pembayaran pajak penghasilan dengan sistem pembayaran angsuran. Tujuannya itu sebenarnya untuk meringankan beban wajib pajak dalam pembayaran pajak tahunannya. Adapun sanksi atas keterlambatan pembayaran PPh Pasal 25 yaitu wajib pajak akan dikenakan bunga sebesar 2% per bulan, dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran.
PPh pasal 26 :
Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008, PPh Pasal 26 adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri dari Indonesia selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
Semua badan usaha yang melakukan transaksi pembayaran (gaji, bunga, dividen, royalti dan sejenisnya) kepada Wajib Pajak Luar Negeri, diwajibkan untuk memotong Pajak Penghasilan Pasal 26 atas transaksi tersebut.
Berdasarkan PMK RI Nomor 9/PMK.03/2018 tentang SPT, pelaporan SPT PPh pasal 26 wajib e-Filing sejak 1 April 2018.
Tarif umum untuk PPh pasal 26 adalah 20%. Namun jika mengikuti tax treaty/Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), maka tarif dapat berubah.
PPh pasal 29 :
Menurut Undang-undang No. 36 Tahun 2008, Pajak Penghasilan pasal 28 adalah:
PPh kurang bayar yang tercantum adalah SPT Tahunan PPh, yaitu sisa dari PPh yang terutang dalam tahun pajak yang bersangkutan dikurangi dengan kredit PPh (PPh 21, 22, 23 dan seterusnya) dan PPh pasal 25.
Sumber :
Labels: Akuntansi
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home